09 September 2009

Para Pemenang CAPTURE

Berikut data pemenang lomba foto CAPTURE:

Juara I
Nama : Risma Rahmadani
Judul : Berburu


Juara II
Nama : Silvia Yulianti
Judul : Sembur

Juara III
Nama : Dimas Kristi Yogananta
Judul : Selalu (sepi) Penonton



Juara Harapan

Nama : Nurmahendra Hardytia
Judul : Ekspresi Penari Bali

Nama :Aldi Adi
Judul : Semburan Api Khas Reog


Foto para pemenang akan segera di upload di blog ini. Sementara masih menunggu konfirmasi dari para pemenang. Terima kasih.

07 September 2009

Menelusuri Khaosan Road, Malioboro ala Thailand

Lama tak ngeblog. Haiyaaah, bagaimana kabar Indonesia? Ni catatan perjalananku selama mengikuti AEYVE (Asia Europe Young Volunteer Exchange) 2009. Disana tak sempat otak-atik blog. Huhuu...


Usai sudah perjalanan panjang saya dalam AEYVE 2009. Dua minggu terasa dua hari. Teman-teman baru, wajah mereka, tawa dan semangat mereka membuat saya tak ingin meninggalkan Thailand begitu saja. Di akhir acara, tepatnya setelah penutupan AEYVE oleh direktur CCIVS UNESCO, saya menyempatkan diri mengunjungi pusat kawasan Bangkok selama dua hari, tepatnya di Khaosan Road. Awalnya saya tidak memiliki gambaran sedikitpun tentang Khaosan Road karena teman saya, Ann, yang memberikan usul kepada saya untuk mengunjungi tempat itu tidak memberitahukan apa itu Khaosan Road. Dia hanya memberitahu Khaosan Road adalah tempat menarik untuk dikunjungi dan banyak turis disana. Apalagi terdapat hotel dan guest house yang menawarkan harga gado-gado, mulai 250 Baht (Rp 75.000), 500 Baht sampai diatas 1500 Baht untuk menginap selama semalam. Well, saya mengamini usulnya.

Setiba di Khaosan Road, hal yang sangat wajar saya temui di Indonesia juga saya jumpai disini. Ya, pedagang kaki lima dan gerobak di sekitar Malioboro. Rupanya Khaosan Road adalah pasar wisata layaknya Malioboro di Jogja. Banyak penjual menawarkan aksesoris, perhiasan, makanan tradisional, dan bermacam servis. Begitu cocok dengan guest house seharga 300 Baht (setelah mengelilingi Khaosan Road tentunya), saya tak ambil pusing dan segera masuk kamar karena harus istirahat untuk menikmati Khaosan seutuhnya di sore harinya. Kamar sedang dengan dua tempat tidur, satu kipas angin dan sebuah meja cukup lumayan bagi backpacker seperti saya. Dan kamar lantai empat ini cukup bersahabat karena sekalian saya bisa menguras tenaga naik turun tangga selama berpuasa.


Pukul lima sore saatnya hunting takjil. Begitu saya keluar guest house, atmosfer yang saya rasakan sudah berbeda dari 4 jam yang lalu. Jalan penuh dengan turis, kafe dan bar mulai mendentumkan musik, penggorengan mulai berasap, dan penjual semakin semangat menawarkan aksesoris. Inilah yang membuat Khaosan Road berbeda dengan Malioboro. Selain guest house yang rata-tata berlantai tujuh, disini lebih banyak turis, lebih banyak kafe, dan lebih banyak musik. Kalau di Malioboro masih terdapat mobil dan sepeda motor yang berlalu lalang di jalan, di Khaosan Road sama sekali tidak. Semua orang tumpah di sepanjang pinggir dan tengah jalan. Semua berjalan kaki dengan asik. Semakin malam semakin banyak servis. Mulai dari billiard, kafe dengan para bartender-nya, terapi ikan, sampai pijat ala Thailand alias Thai massage seharga 500 Baht per jam.


Ketika saya berjalan ke barat, saya menemukan banyak penjual berwajah Bollywood menjual masakan India. Kemudian restoran Sushi yang menjual masakan Jepang dan toko yang menjual berbagai edisi Lonely Planet. Setelah berjalan ke utara dari pertigaan ujung barat Khaosan Road, saya menjumpai masjid Chakrabongse. Tepat sekali menantikan saat buka puasa. Tapi saya ragu apakah ada takjil layaknya masjid di Indonesia. Setelah nekat masuk, ternyata di halaman masjid telah ditata beberapa meja dan kursi dengan lima kursi mengelilingi setiap meja. Ketika saya tanya salah seorang takmir masjid, ternyata memang benar kursi dan meja itu adalah tempat untuk berbuka puasa, dan gratis tentunya. Di samping masjid juga sudah tersedia stand panjang yang menyediakan berbagai macam makanan dan minuman, buah-buahan, serta roti dan kurma. Semua pengunjung masjid dapat langsung mengambil makanan di stand prasmanan tersebut.


Saat saya duduk di satu meja, saya berkenalan dengan Anang, Toha, dan Rofi. Mereka adalah muslim dari Thailand selatan yang bekerja di bagian pelukisan pada kerajaan Thailand, seperti membuat ukiran, anyaman, dan keramik. Tak sampai sepuluh menit, kami sudah sangat akrab karena ternyata mereka bertiga bisa berbahasa melayu (walaupun saya merasa bahasa melayu lebih sulit daripada bahasa inggris). Selepas shalat maghrib, saya diajak ke tempat Rofi bekerja, tepatnya di sekitar kerajaan Thailand. Suatu kehormatan bagi saya dapat memasuki bangunan keren di Thailand. Lalu diajak shalat tarawih di masjid Darul Aman, sekitar beberapa ratus meter dari kedutaan besar Indonesia. Esoknya saya bersama Rofi berkeliling pasar Chatucat, pasar super besar di Bangkok, untuk memborong oleh-oleh. Saya bilang jika suatu saat mereka ke Indonesia, jangan lupa beri kabar. Mungkin saya bisa mengajak keliling istana presiden (walau saya tidak bekerja disana) dan pasar klewer.